Alkisah Chapter II - Indahnya Kebersamaan

Judul diatas terinspirasi dari sebuah artikel di blognya sahabat, mba Reni, yang berjudul Indahnya Kebersamaan (saya sengaja tidak mengubah judulnya karena sudah pas banget dengan artikel yang akan saya tulis).. ga pa-pa kan mba Reni jika judulnya sama? Hehe.

Well, terus ceritanya gimana? Akan sama juga dengan isi artikelnya mba Ren? Idih… kalo sama sih namanya nyontek donk? Artinya saya ga kreatif donk. Ogah ah dibilang ga kreatif…
Sesuai judulnya, Kebersamaan, apakah itu dengan orang-orang terkasih (suami, anak, ayah ibu, adik-kakak, atau anggota keluarga terdekat lainnya) atau hanya dengan sahabat lama yang sudah sekian lama tak bersua, tetap saja memberikan nuansa keindahan tersendiri. Benerkan ya?

Kali ini, saya ingin bercerita tentang kebahagiaan yang tercipta di keluarga utama kami, setelah enam bulan lalu dirundung mendung berkepanjangan. Mendung yang membawa badai bagi ibunda tercinta akibat putra kesayangannya (yang telah sekian lama berdomisili di Istambul, Turkey), nekad tetap melanjutkan niatnya menikahi seorang gadis asal Bella Rusia, tentunya setelah si gadis ikhlas menjadi seorang muslimah.

Berbagai upaya yang kami lakukan untuk meluluhkan hati ibunda tercinta agar berkenan merestui pernikahan putra terkasihnya ini sama sekali tidak membawa hasil.

Usia yang kian bertambah, tak juga mampu mengubah karakter keras kepala sang ibunda kami. Kisah saya kini terulang pada Fadjri, menikah tanpa restu orang tua. Beruntung Fajri masih mendapatkan dukungan dan restu dari kami semua (ayahanda, saya/kakaknya, Edo/abangnya dan Rizal/adiknya). Yang tetap berjuang keras melobby ibunda agar luluh merestui. Namun sayang, Allah belum berkenan membuka pintu baja ini.
Dana yang sedianya sudah dicadangkan untuk tiket perjalanan saya dan ayahanda ke Istambul terpaksa kembali duduk manis di rekening Fadjri, karena hanya Edo yang jadi berangkat ke Istambul menghadiri pernikahan adiknya ini.

Saya dan ayahanda terpaksa mengundurkan diri, demi menghargai perasaan ibunda. Juga karena kami tidak ingin diambekin oleh sang ibu berhati baja ini. Duh…Ibuku tercinta….whatever, you are the only mom I do admire!





Berbagai upaya yang kami lakukan jadi patah arang. Tak berarti apa-apa berhadapan dengan ibu yang perkasa. Beliau tetap pada titahnya. Tetap pada pendapatnya, bahwa orang lain boleh saja bermenantukan seorang bule’, seorang mualaf, tapi tidak dengan wanita bernama Fatimah ini. Fatimah orang kampung yang tidak akan menerima menantu non muslim. Padahal sudah berulang-ulang kita jelaskan bahwa si menantu ini telah menjadi saudara seiman, telah muslimah.

Tetap saja, tiada kata-kata pembenaran yang berhasil mengubah pendapatnya. Fadjri harus berlapang dada dan semakin meningkatkan frekuensi dan kualitas berdoanya, mengetuk pintu kasih Ilahi agar berkenan membuka pintu hati sang ibunda. Karena hanya keajaiban dari Allah sajalah yang akan mampu mengubah semua ini.

Kami semua telah menyerah, hanya saran agar Fadjri tetap memperkuat doanya saja yang mampu kami berikan untuk menghibur hatinya. Aku bahkan sempat meneteskan airmata membaca balasan email ayahandaku untuk Fadjri yang diforward Fadjri padaku. Agar Fadjri pantang menyerah, tetap berdoa dan berusaha, bahkan jika tak satupun sms ataupun telpnya yang dijawab oleh ibu.

Hari itu, Senin malam, di penghujung October 2011, Fadjri mengajakku masuk ke kamar hotel tempat dia dan istri cantiknya menginap. Ya, sesuai strategi yang telah kita atur, Fadjri memanfaatkan momen dinasnya ke Jakarta dengan mengubah rute penerbangan, diawali dengan cuti tahunan yang dia manfaatkan untuk usaha super ini. Ditugaskan ke Jakarta selama 5 hari, Fadjri berinisiatif untuk singgah terlebih dahulu di Banda Aceh mencoba meluluhkan hati sang ibu. Jadilah rute penerbangannya menjadi, Istambul – Dubai, Dubai – Kuala Lumpur (7 hari), Kuala Lumpur – Banda Aceh (selama 9 hari), baru kemudian Banda Aceh Jakarta (5 hari), Jakarta – Bali (5 hari), Bali – Kuala Lumpur, Kuala Lumpur – Dubai, Dubai – Istambul.

Masih teringat betapa harunya aku memeluk adikku itu saat pertama kali bertemu. Kangen, terenyuh. Apalagi melihat tubuhnya yang mengurus (aku yakin, batinnya tersiksa karena belum mendapat restu ibuku). Hiks..hiks.. Tak sabar saat itu aku untuk segera bertemu dengan sang adik ipar yang di foto aku lihat seperti boneka Barbie. Dan ya Allah….. Masyaallah… , benar… persis Barbie. Sehingga saat itu Intan langsung berbisik ke telingaku ‘Mi…. cantik banget, kayak Barbie!!, OMG.”

Tak lama setelah kedatanganku, kedua adikku yang lainnya (kami adalah 4 bersaudara, aku anak pertama dan satu-satunya perempuan) menyusul. Dalam keharuan, kami semua memutuskan untuk makan malam di luar sambil mengatur strategi untuk esok harinya. (Scenerio pertemuan Fadjri dengan ibunda).
Berbagai kemungkinan kami kaji. Dari yang terburuk (penolakan) hingga yang menggembirakan (diterima dan diampuni). Disepakati bahwa esok pagi, Fadjri akan ke kantor ayahanda terlebih dahulu demi menghargai hati sang ayah agar tidak merasa didahului, sebenarnya kami sudah sangat ingin mengundangnya untuk pertemuan malam ini, hanya kuatir nantinya beliau tidak sanggup menahan diri dan ujung-2nya malah membocorkan rencana ini pada ibunda, sehingga ‘serangan fajar’ ini jadi gagal sempurna.

Pagi itu, sekitar pukul 10.15 wib saat Fadjri menelphoneku dengan gugup, bahwa ibunda ngamuk, dan akhirnya menangis tersedu di dalam kamarnya tanpa mau mendengarkan Fadjri maupun Rizal. Memang pagi itu Rizal sengaja tinggal di rumah untuk berjaga-jaga, in case terjadi hal-hal seperti ini. Ibunda terus saja menangis histeris, menyesali nasibnya, memarahi Fadjri, dan tetap saja meracau.

Untung meeting pagi itu sudah selesai bagianku updating the progress, sehingga aku leluasa untuk menyelinap dan tega lari dari kantor sejenak. Dan hanya butuh 5 menit by car diriku sudah bergabung dengan Fadjri dan Rizal. Kudapati kini ibunda telungkup di atas spring bednya, dielus punggungnya oleh Fadjri dan Rizal. Terharu hati ini. Tetesan air mata tak mampu tertahan. Kuusap lembut rambut ibuku, sambil menciumnya perlahan.

“Mi…. ssst…. Minum air putih dulu ya…. Tuh udah pilek…” Bujukku.


Rizal menyodorkan segelas air putih yang memang sudah disiapkannya. Tak lama ayahandaku pun tiba. Wajah bijaksana itu tak mampu menahan airmata. Dipeluknya erat Fadjri yang bangkit menyambutnya. Ayahku menangis, tersedu. Aku apalagi? Tak tertahan airmata ini, mengalir sempurna.

Merapat ke tempat ibuku, ayah berkata 

‘Ayah mohon, ampuni Fadjri Mi…, jauh-jauh dia kembali, menjenguk dan memohon restumu…’.

Ibuku semakin menjerit, menangis tersedu. Kucium ibuku, kuusap airmatanya dengan tissue yang disodorkan Rizal.

‘Mi…. Fadjri tetap sayang sama Umi…. Umi satu-satunya ibunya. Memilih Oksana bukan berarti dia mengenyampingkan Umi…’. Lembut kucoba bersuara. Disambut Fadjri antusias.

‘Iya Mi…. ampuni Fadjri…. Fajri kesini untuk Umi, mau nengok Umi… Fadjri tetap sayang sama Umi, sangat.’

Diraihnya jemari ibunda, diciumnya. Ayahku juga sudah duduk di sisi ibundaku, membelai lembut kepalanya. Saat itu, Ibuku tak ubahnya seorang ratu yang sedang tertidur sakit, dan merajuk.. dikelilingi oleh orang-orang terdekatnya yang berusaha membujuk.

‘Kalo kamu sayang, kamu ga akan membantahku… menyesal kusekolahkan kamu jauh-jauh. Menyesal kuijinkan kamu merantau ke seberang sana jika seperti ini jadinya!’ masih juga meracau.

Berbagai kalimat bujukan tak henti silih berganti mengalir, membujuk sang ratu ini agar luluh. Terbayang situasi yang hampir sama, terjadi saat aku dibuang dari keluarga gara-gara menikah dengan ayahnya Intan. Sulitnya lagi, saat itu, diriku hanya berjuang seorang diri. Seluruh anggota keluarga tak satupun yang mendukung. Perih nian masa-masaku itu. Untung tsunami melanda (setelah 9 tahun diriku tercoret dari keanggotaan keluarga). Allah mengirimkan tsunami ke Aceh untuk membuka pintu baja di kalbu ayah bundaku.

Lelah meracau, dan mungkin termakan oleh serangan bujukan dari kami yang datang silih berganti, suara ibuku melunak, dan mulai mau menjawab obrolan kami. Pertanda baik yang tak kami sia-siakan donk. Aku sendiri lupa bagaimana asal usulnya, tiba-tiba obrolanku adalah tentang rencana mengajak ibunda facial lagi di salon langgananku, yang memuji wajah ibuku yang masih mulus di usia tuanya (60 tahun). Obrolan ini disambut dan dibumbui oleh Fadjri dan lainnya, yang juga secara terselubung memuji ibu, sehingga hatinya jadi berbunga. Hehe….

Ujung-ujungnya beliau bersedia diajak makan bersama di luar rumah, dan berkenan menerima Fadjri kembali. Deg-degan saat kami menanti jawabannya saat Fadjri meminta ijin untuk membawa juga istrinya pulang ke rumah, saat itu adik iparku, Oksana, tinggal di Hotel, sesuai skenerio yang kami susun.

Alhamdulillah, ibunda tak menolak, bahkan merelakan kamar tidurnya untuk sang putra kesayangan dan menantu baru… sungguh ajaib. Dan kuyakini, hanya Mukjizat Ilahi yang mampu merubah kekerasan hatinya itu dan menukarnya dengan situasi baru ini. Oh my God. Engkau sugguh Maha Pengasih dan Perkasa ya Allah.

Kebahagiaan menyelimuti Fadjri dan istrinya (yang tadi malam sudah setengah mati mempersiapkan mentalnya menghadapi kejadian terburuk), menyelimuti hati kami juga tentunya. Ibuku dengan heboh (seperti biasanya dalam menyambut tamu…), minta tolong si mba ku untuk beberes kamar. Demi menyambut sang menantu baru yang cantik jelita.

Detik-detik berikutnya adalah menjadi milik Fadjri dan sang istri, karena kulihat setelah kembali dari makan siang, ibuku sudah berfoto ria dengan Oksana di tengah taman bunga milik ibuku, di pekarangan rumah. Ampun dweh Umiku ini…..

Alhamdulillah atas anugerahmu ya Allah, sehingga seminggu kemudian, Idul Adha kami terasa sempurna oleh lengkapnya kehadiran seluruh keluarga. Berbagai masakan dimasak ibuku walau setiap hari Oksana hanya sanggup menyantap kentang rebus, wortel dan tomat sebagai makanan utamanya. Ampun deh.
Sebuah cincin emas bermotif pintu Aceh dilingkarkan ibuku di jari manis Oksana, plus beberapa helai gamis dan mukena cantik menyambut idul Adha dibelikan ibu untuk menantu cantiknya ini…

Kebahagiaan Oksana dan Fadjri adalah hadiah Allah bagi kami semua tahun ini. Alhamdulillah wa Syukurillah. Semoga kebahagiaan dan kedamaian ini abadi ya Allah. Amiin.

Semoga kebahagiaan ini senantiasa memayungi kami semuanya ya Allah... Amin Ya Rabbal Alamin.

13 komentar

  1. Alhamdulillah mbak kalau umimu sudah ga kenapa-kenapa lagi.

    Perjuangan banget ya mbak meyakinkan si umi, hehehe.

    Iyaaa ih canti banget istrinya adeknya mbak :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Na.... akhirnya doa2 kami dikabulkan olehNya.. happy ending dweh. hehe

      Hapus
  2. Mbak, pertanyaanku di rumah sebelah gak usah dijawab. Aku wis ngerti jawabane... hahaha.

    Alhamdulillah banget ya... ketika akhirnya Umi terbuka hatinya utk menerima menantunya.
    Senengnya bisa berkumpul bersama keluarga spt itu. Momen yg langka apalagi jarak yg begitu jauh terpisahkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe... udah aq jawab duluan tuh mba... kan aq rajin banget, (weks, tounge out).

      Iya mba, Alhamdulillah akhirnya pintu itu terbuka juga. Senang sekali rasanya bisa berkumpul bersama, tapi entah kapan ya bisa ngumpul bareng lagi seperti ini, habis jaraknya jauh banget. Berat diongkos, hehe.

      Hapus
  3. happy ending ya mbak ceritanya,penuh liku.
    aku baru tau kalau mbak alaika pernah dicoret dalamkeluarga.Allhamdulillah sekarang sudah berkumpul kembali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah mba, happy ending.
      Yup, pernah jadi Malin Kundang diriku mba... untung ke-insaf-an diterima dan dimasukkan dalam daftar ahli waris keluarga, wkwkwkwk.
      makasih atas kunjungan dan komennya lho.

      Hapus
  4. wahhh aku baru baca kisah ini
    kemana aja aku selama ini ya hiks
    terharu aku mbak
    sampai merinding pun
    membayangkan situasi masa membujuk Ummi tuh
    tapi yah Maha Besar Allah yang selalu mampu membolak balikkan hati manusia dalam sekejap.
    patutnya kita bersyukur dan semoga, adikmu Fadjri dan Oksana, langgeng pernikahannya, dan dimudahkan dalam membina keluarga samara, amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih udah mampir disini mba.... iya kami semua harus berupaya keras membujuk ibunda yang hatinya seteguh karang.... namun kasih ibu pada anaknya, memang tiada tara ya mba... luluh juga setelah disiram bujukan, rayuan dan tangisan anak-anak dan kekasih hati, untuk menerima kembali darah daging yang datang bersujud diri di hadapannya.

      Alhamdulillah.... amin untuk doamu mba, trims...

      Hapus
  5. kunjungan gan .,.
    bagi" motivasi
    keberuntungan selalu menghampri kita
    hanya saja kita yg trkdng tdk brfkir demikian.,.
    si tunggu kunjungan baliknya gan.,

    BalasHapus
  6. makasih motivasi dan kunjungannya Gan.... akan berkunjung balik, segera... :)

    BalasHapus
  7. nice :)
    saya senang mengikuti postingan anda
    postingan yang menarik .

    salam kenal yya dan sempatkan mampir ke
    website kami.

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. kunjungan gan.,.
    bagi" motivasi.,.
    fikiran yang positif bisa menghasilkan keuntungan yang positif pula.,..
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

    BalasHapus